
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, khususnya yang bersinggungan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Putusan ini diambil setelah melalui rangkaian persidangan dan kajian mendalam oleh majelis hakim konstitusi.
UU Cipta Kerja sejak awal pengesahannya menuai kontroversi karena dinilai lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dibandingkan perlindungan lingkungan. Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan kelompok pemerhati lingkungan mengajukan gugatan dengan alasan bahwa beberapa ketentuan dalam UU tersebut berpotensi melemahkan prinsip keberlanjutan dan perlindungan ekosistem.
Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa sejumlah pasal tidak sejalan dengan semangat perlindungan lingkungan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU Lingkungan Hidup. Hal ini terutama terkait ketentuan mengenai izin lingkungan serta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). MK menekankan perlunya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Aktivis lingkungan dan kelompok masyarakat sipil menyambut baik putusan ini sebagai langkah maju untuk memperkuat perlindungan ekologi di Indonesia. Namun, sebagian kalangan dunia usaha menilai keputusan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian baru dalam iklim investasi.
Pemerintah diminta segera melakukan revisi terhadap pasal-pasal yang dinyatakan bermasalah dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait, termasuk para ahli lingkungan dan masyarakat. Harapannya, aturan baru nantinya dapat lebih seimbang, berkeadilan, serta menjamin pembangunan berkelanjutan.
Putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan atas UU Cipta Kerja menandai titik penting dalam menegaskan bahwa perlindungan lingkungan hidup tidak boleh diabaikan dalam kebijakan pembangunan. Dengan revisi yang tepat, Indonesia diharapkan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?