Majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menegaskan bahwa dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; serta VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne, telah diuraikan dengan jelas dan terperinci. Hakim Ketua, Fajar Kusuma Aji, menyatakan bahwa pengakuan dari penasihat hukum terdakwa sendiri mengakui bahwa tindak pidana yang didakwakan telah tergambar dengan baik dalam surat dakwaan. "Majelis mencermati secara saksama justru ada pengakuan penasihat hukum terdakwa bahwa perbuatan pidana telah diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap," ujar Hakim Fajar dalam sidang pada Kamis (6/11/2025).
Meskipun dakwaan telah dianggap jelas, hakim menekankan pentingnya pembuktian lebih lanjut dalam persidangan. "Namun demikian untuk membuktikan, perlu diperiksa saksi-saksi, bukti, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa di dalam persidangan pokok perkara," lanjut Hakim Fajar. Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum harus berjalan dengan teliti dan menyeluruh untuk memastikan keadilan.
Dalam persidangan, hakim juga menyinggung rangkaian tindak pidana yang melibatkan ketiga terdakwa dalam proyek pengadaan atau impor bahan bakar minyak (BBM) jenis gasoline RON 90 atau pertalite dan RON 92 atau Pertamax. Riva, Edward, dan Maya diduga memberikan perlakuan khusus kepada sejumlah rekanan yang merupakan perusahaan asing. "Tindak pidana yang dilakukan dalam bentuk kolaborasi atau kerja sama antara penyelenggara negara dengan pihak swasta di dalam pengadaan BBM Pertalite dan Pertamax," jelas hakim.
Para terdakwa dinilai melakukan pelanggaran hukum dengan membocorkan harga perkiraan sendiri (HPS) dan memberikan kelonggaran waktu bagi perusahaan asing untuk menyampaikan penawaran, meskipun periode penyampaian penawaran telah ditutup. Tindakan ini dianggap bertentangan dengan pedoman dan etika pengadaan dalam bisnis impor dan ekspor BBM. Akibatnya, negara dirugikan hingga Rp 25,4 triliun, sementara sejumlah perusahaan swasta asing diuntungkan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi dari Riva Siahaan, Edward Corne, dan Maya Kusmaya. "Mengadili, menyatakan keberatan dari penasihat hukum terdakwa Riva Siahaan tidak bisa diterima," tegas hakim. Dalam kasus ini, para terdakwa dan tersangka disebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka dalam kasus ini. Beberapa di antaranya telah dihadirkan di persidangan, termasuk Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi. Namun, berkas 9 tersangka lainnya baru dilimpahkan ke Kejari Jakpus, kecuali berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
Penolakan eksepsi oleh majelis hakim menandakan bahwa proses hukum terhadap kasus korupsi BBM Pertamina ini akan terus berlanjut. Dengan pembuktian yang lebih lanjut di persidangan, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan kerugian negara dapat diminimalisir. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas dan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa di sektor publik.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?
redaktur