clock December 24,2023
Skandal Pengadaan Fiktif PT Telkom: Kerugian Negara Mencapai Rp 464,9 Miliar

Skandal Pengadaan Fiktif PT Telkom: Kerugian Negara Mencapai Rp 464,9 Miliar

Sejumlah mantan pegawai PT Telkom terlibat dalam skandal pengadaan fiktif yang bertujuan untuk mencapai target bisnis perusahaan. Namun, proyek-proyek ini justru berakhir dengan gagal bayar dari pihak swasta, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 464,9 miliar. Fakta ini terungkap dalam surat dakwaan terhadap General Manager Enterprise Divisi Enterprise Service (DES) Telkom 2017-2020, August Hoth Mercyon.


Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan adanya pola berulang yang menyebabkan kerugian besar bagi negara. Salah satu contohnya adalah ketika PT Telkom menyetujui pembiayaan untuk PT Japa Melindo Pratama, meskipun perusahaan tersebut mengalami kesulitan modal dalam proyek pengadaan material mekanikal, elektrikal, dan elektronik di Puri Orchard Apartemen. PT Telkom kemudian menunjuk PT MDR Indonesia sebagai mitra pelaksana yang menjadi supplier barang.


Pengadaan ini dinilai bermasalah karena PT Telkom tidak bergerak di bidang pembiayaan. Meskipun menyadari hal ini, para terdakwa tetap memberikan pembiayaan menggunakan skema rekayasa. Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom membuat pengadaan fiktif untuk pengerjaan outbound logistik agar bisa mencairkan dana kepada PT Japa. Sebagai formalitas administrasi, DES menunjuk PT Graha Sarana Duta, anak perusahaan PT Telkom, untuk menjalankan kerja sama dengan PT Japa Melindo Pratama, meskipun PT Graha Sarana Duta tidak memiliki lini bisnis dalam pengadaan material tersebut.


Untuk proyek fiktif ini, PT Telkom mencairkan pembiayaan senilai Rp 55 miliar kepada PT Japa. Namun, PT Japa Melindo tidak dapat membayarkan kembali dana tersebut, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 55 miliar. "Bahwa terhadap pembiayaan tidak sah yang diberikan oleh PT Telkom kepada PT Japa Melindo Pratama sebagaimana tersebut di atas, Ir. Eddy Fitra selaku Direktur Utama PT Japa Melindo tidak bisa melakukan pelunasan," jelas jaksa.


Kasus serupa terjadi dengan PT Ata Energi, di mana PT Telkom membuat kontrak kerja sama fiktif untuk pengadaan berbagai peralatan elektronik dan baterai lithium senilai Rp 113,9 miliar. Setelah pembiayaan dicairkan, Nur Hadiyanto selaku Direktur PT Ata Energi memberikan komitmen fee senilai Rp 800 juta kepada terdakwa August Hoth Mercyon Purba. Namun, PT Ata Energi juga gagal melunasi pembiayaan tersebut, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 113.986.104.600.


Dalam periode 2016-2019, setidaknya ada sembilan pengadaan fiktif yang disetujui terdakwa, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 464,9 miliar. Sebanyak 11 orang didakwa bersama-sama memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi. Tiga terdakwa berasal dari internal PT Telkom, sementara sisanya dari klaster swasta. Para terdakwa diancam pidana berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.


Kasus ini menunjukkan bagaimana pengadaan fiktif dapat merugikan keuangan negara secara signifikan. Dengan pola berulang yang melibatkan berbagai pihak, penting bagi penegak hukum untuk menindak tegas pelaku korupsi demi menjaga integritas dan keuangan negara.

Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?

Follow US

Top Categories