clock December 24,2023
Rehabilitasi Mantan Direksi ASDP: Ujian bagi Negara Hukum dan Kepercayaan Publik

Rehabilitasi Mantan Direksi ASDP: Ujian bagi Negara Hukum dan Kepercayaan Publik

Peristiwa rehabilitasi terhadap tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry, yang sebelumnya divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, menjadi momen penting bagi publik untuk menilai kembali hubungan antara kekuasaan negara, keadilan, dan kepastian hukum. Presiden memiliki hak konstitusional untuk memberikan rehabilitasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945. Namun, setiap kewenangan dalam negara hukum harus dijalankan dengan akuntabilitas dan etika publik.


   Presiden memang memiliki hak konstitusional untuk memberikan rehabilitasi. Namun, dalam negara hukum, penggunaan kewenangan ini harus dipertimbangkan dengan matang. Bukan hanya soal boleh atau tidak, tetapi bagaimana kewenangan tersebut digunakan dan seberapa jauh menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum.


   Publik tidak hanya mempertanyakan apakah Presiden berwenang, tetapi juga seberapa taat penggunaan kewenangan tersebut terhadap prinsip negara hukum. Rehabilitasi bukan hanya soal pemulihan nama baik, tetapi juga menyentuh rasa keadilan, kepastian hukum, dan kegelisahan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.


   Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan rehabilitasi datang tidak lama setelah putusan pengadilan yang menyatakan para mantan direksi ASDP bersalah. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah rehabilitasi ini merupakan koreksi terhadap putusan pengadilan atau pemulihan martabat terhadap kesalahan penegakan hukum.


   Rehabilitasi tidak membatalkan putusan pengadilan, tetapi dapat berimplikasi pada tidak dijalankannya pidana badan. Publik menilai konsistensi komitmen negara terhadap pemberantasan korupsi ketika orang yang baru saja dinyatakan bersalah segera dipulihkan hak dan kedudukannya.


   Masalah terbesar dari rehabilitasi ini adalah preseden yang diciptakan. Ketika kekuasaan eksekutif memulihkan pelaku korupsi BUMN setelah putusan pengadilan, hal ini akan menjadi acuan bagi kasus-kasus selanjutnya. Apakah keputusan ini didasarkan pada keadilan substantif atau tekanan politik?


   Hukum tidak hanya memutus persoalan hari ini, tetapi juga bagaimana persoalan yang sama akan diputus di masa depan. Rehabilitasi yang melampaui batas etika konstitusional akan mudah diingat, tetapi dampaknya pada masa depan sering luput dihitung.


   Hukum modern hidup dari kepercayaan publik. Tanpa kepercayaan, putusan pengadilan hanyalah kertas, dan konstitusi hanyalah teks. Negara harus berhati-hati terhadap sinyal yang muncul dari puncak kekuasaan, terutama ketika ruang publik dipenuhi kegelisahan tentang keadilan.


   Legitimasi keputusan presiden dalam konteks negara hukum bukan sekadar bersifat yuridis. Legalitas dapat dijawab oleh frasa “kewenangan Presiden dijamin UUD”, tetapi legitimasi ditentukan oleh apakah penggunaan kewenangan menghasilkan rasa keadilan bagi publik.


Rehabilitasi terhadap tiga mantan direksi ASDP menjadi ujian bagi negara hukum dan kepercayaan publik. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan apakah menambah atau mengurangi rasa keadilan. Sejarah akan mencatat bukan hanya apa yang diputuskan, tetapi bagaimana negara menjelaskannya kepada rakyat. Pada titik inilah negara hukum menemukan martabatnya—atau kehilangannya.

Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?

Follow US

Top Categories