clock December 24,2023
Pengesahan Revisi KUHAP: Klarifikasi dan Tantangan Hoaks di Media Sosial

Pengesahan Revisi KUHAP: Klarifikasi dan Tantangan Hoaks di Media Sosial

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memulai rapat paripurna dengan pantun yang mencerminkan perjalanan panjang revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hingga akhirnya disahkan menjadi undang-undang pada Selasa (18/11/2025). Dalam pantunnya, ia menegaskan bahwa meskipun terdapat perdebatan selama proses pembahasan, revisi KUHAP akhirnya dapat disahkan. "Ada asas… setiap perdebatan harus ada akhirnya. Ubur-ubur ikan lele, KUHAP baru kita sahkan le," ucap Habiburokhman di ruang rapat paripurna.


Habiburokhman menekankan bahwa perbedaan pandangan adalah bagian wajar dari proses demokrasi sebelum DPR mengambil keputusan. "Hingga hari ini masih ada saudara-saudara kita yang, apakah karena mendapat informasi yang pas, atau karena memang mempunyai sikap politik yang konsisten, menolak pengesahan KUHAP," ujarnya. Namun, ia juga mengklaim bahwa banyak masyarakat yang justru mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan aturan tersebut. "Kita harus memahami kritik maupun dukungan terhadap pengesahan KUHAP ini, kita maknai sebagai keniscayaan di negeri kita yang tercinta," tambahnya.


Dalam kesempatan yang sama, Habiburokhman menjelaskan empat hoaks yang beredar masif di media sosial terkait substansi RUU KUHAP. Menurutnya, hoaks tersebut membuat sebagian masyarakat salah memahami dampak pengesahan regulasi tersebut. "Saya perlu menyampaikan sedikit klarifikasi, Bapak dan Ibu, terkait adanya hoaks atau berita bohong yang beredar sangat masif di sosial media," kata Habiburokhman.


Hoaks pertama yang banyak beredar adalah klaim bahwa kepolisian dapat melakukan penyadapan, merekam, atau mengakses perangkat digital seseorang tanpa batas dan tanpa izin pengadilan. Habiburokhman menegaskan bahwa Pasal 135 ayat (2) RUU KUHAP tidak mengatur teknis penyadapan, karena ketentuan tersebut akan diatur dalam undang-undang tersendiri. "Saat ini, kalau dari pembicaraan lintas fraksi di Komisi III, hampir semua fraksi, bahkan semua fraksi, menginginkan penyadapan itu nanti diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan," jelasnya.


Hoaks berikutnya menyebutkan bahwa polisi dapat membekukan tabungan dan seluruh rekening digital masyarakat secara sepihak setelah RUU KUHAP disahkan. Politikus Partai Gerindra ini menegaskan bahwa Pasal 139 ayat (2) justru mewajibkan pemblokiran dilakukan melalui izin pengadilan. "Kami perlu sampaikan bahwa menurut Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru yang, insya Allah, ini akan disahkan, semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive, dan sebagainya, harus dilakukan dengan izin hakim, ketua pengadilan," katanya.


Hoaks lain yang beredar adalah klaim bahwa polisi dapat mengambil ponsel, laptop, dan data elektronik seseorang tanpa prosedur hukum. Habiburokhman kembali menegaskan bahwa seluruh tindakan penyitaan mengharuskan adanya izin dari pengadilan. "Menurut Pasal 44 KUHAP baru yang akan kita sahkan, bahwa semua bentuk penyitaan itu harus dengan izin ketua pengadilan negeri. Jadi, tidak benar," ujarnya.


Habiburokhman juga membantah klaim yang menyebut polisi dapat melakukan penangkapan, penggeledahan, hingga penahanan tanpa konfirmasi adanya tindak pidana. "Hoaks keempat, polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah, bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. Hal ini juga tidak benar," katanya. Menurut dia, Pasal 93 dan Pasal 99 RUU KUHAP sudah mengatur secara ketat bahwa tindakan tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan didasarkan pada minimal dua alat bukti.


Setelah mendengar seluruh laporan dari Habiburokhman, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan RUU KUHAP dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani. "Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU KUHAP apakah dapat disetujui menjadi UU?” tanya Puan. Seluruh peserta rapat paripurna pun kompak menyatakan “Setuju” terhadap pengesahan RUU KUHAP tersebut.


Klarifikasi yang disampaikan oleh Habiburokhman diharapkan dapat menghilangkan kesalahpahaman yang beredar di masyarakat terkait RUU KUHAP. Dengan pengesahan RUU ini, diharapkan sistem hukum acara pidana di Indonesia dapat lebih baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Pengaturan yang lebih ketat dan obyektif diharapkan dapat mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum, serta memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat.

Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?

Follow US

Top Categories