Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, mengungkapkan harapannya agar masyarakat yang masih menolak proses legislasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak terpengaruh oleh hoaks terkait substansi beleid yang baru saja disahkan. Dalam rapat paripurna yang berlangsung di Kompleks Parlemen pada Selasa (18/11/2025), Puan menegaskan bahwa penjelasan dari Ketua Komisi III, Habiburokhman, sudah sangat jelas dan dapat dipahami. "Penjelasan dari Ketua Komisi III saya kira cukup bisa dipahami dan dimengerti sekali. Jadi hoaks-hoaks yang beredar itu, semua hoaks itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian kita sama-sama bisa pahami," ujar Puan.
DPR RI telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna tersebut. Keputusan ini diambil setelah Puan Maharani, selaku pimpinan rapat, mendengarkan laporan dari Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman. Dalam kesempatan itu, Puan mengajukan pertanyaan kepada fraksi-fraksi mengenai persetujuan mereka terhadap RUU KUHAP untuk disahkan menjadi undang-undang. Seluruh peserta rapat paripurna dengan suara bulat menyatakan "Setuju" atas pengesahan tersebut.
Selama pembahasan, Panitia Kerja RUU KUHAP menyepakati 14 substansi utama yang menjadi kerangka pembaruan hukum acara pidana. Berikut adalah poin-poin substansi revisi KUHAP yang telah disepakati oleh DPR:
1. Penyesuaian Hukum Acara Pidana:Menyesuaikan dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Nilai Hukum Acara Pidana: Menyesuaikan dengan KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
3. Prinsip Diferensiasi Fungsional: Penegasan antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.
4. Perbaikan Kewenangan: Penyidik, penuntut umum, dan penguatan koordinasi antarlembaga.
5. Penguatan Hak: Tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
6. Peran Advokat: Penguatan sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
7. Mekanisme Keadilan Restoratif: Pengaturan yang lebih jelas.
8. Perlindungan Khusus: Untuk kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
9. Perlindungan Penyandang Disabilitas: Dalam seluruh tahap pemeriksaan.
10. Pengaturan Upaya Paksa: Memperkuat asas due process of law.
11. Mekanisme Hukum Baru: Seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
12. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi: Pengaturan yang lebih rinci.
13. Hak Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi: Bagi korban atau pihak yang dirugikan.
14. Modernisasi Hukum Acara Pidana: Untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
Pengesahan KUHAP baru oleh DPR RI menandai langkah penting dalam pembaruan hukum acara pidana di Indonesia. Dengan substansi yang telah disepakati, diharapkan sistem peradilan pidana dapat lebih responsif terhadap perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Penguatan hak-hak individu serta perlindungan terhadap kelompok rentan menjadi fokus utama dalam revisi ini, sejalan dengan prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Diharapkan, implementasi dari undang-undang ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi sistem hukum di Indonesia.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?
redaktur