
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini mengambil tindakan memblokir jutaan rekening yang dianggap tidak aktif atau dormant. Kebijakan ini diambil dalam rangka pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Namun, langkah tersebut justru menuai kritik, terutama dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ketua PBNU, Choirul Sholeh Rasyid, menyampaikan keberatannya terhadap kebijakan tersebut yang dinilainya terburu-buru dan tidak cermat. Ia menegaskan bahwa pemblokiran massal terhadap rekening dormant bisa berdampak serius pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional. Choirul menilai bahwa pencabutan blokir atas 28 juta rekening belum lama ini menjadi bukti bahwa kebijakan ini diambil secara sembarangan dan tanpa pertimbangan matang. “Kebijakan ini bukan hanya menimbulkan keresahan, tapi juga kepanikan publik,” ujarnya.
PBNU memperingatkan bahwa pemblokiran tersebut bisa memukul masyarakat yang menyimpan dana di rekening tidak aktif untuk kebutuhan tertentu, seperti keperluan darurat atau simpanan jangka panjang. Jika pemblokiran dilakukan tanpa seleksi ketat, masyarakat yang tidak terlibat dalam aktivitas ilegal pun bisa ikut terdampak.
Menurut PBNU, pemerintah seharusnya lebih selektif dalam menindak rekening dormant, dengan membedakan antara yang benar-benar terindikasi penyalahgunaan dan yang sekadar tidak aktif. Choirul menekankan bahwa kebijakan seperti ini tidak boleh asal diterapkan tanpa analisis menyeluruh dan komunikasi yang baik kepada publik.
Kebijakan pemblokiran rekening oleh PPATK harus dijalankan dengan kehati-hatian tinggi. PBNU mengingatkan bahwa menjaga integritas sistem keuangan tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepercayaan publik. Langkah ke depan harus memperhatikan akurasi, transparansi, dan keadilan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?