Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, mendesak pemerintah untuk melakukan introspeksi terkait kesejahteraan guru honorer di Indonesia. Desakan ini muncul setelah kasus pemecatan dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang dinyatakan bersalah karena membantu guru honorer melalui sumbangan sukarela sekolah. Menurut Lalu, kasus ini mengungkapkan fakta bahwa masih ada guru honorer yang belum menerima gaji selama 10 bulan.
Lalu menyoroti bahwa negara seharusnya introspeksi, mengingat banyak guru honorer yang dibiarkan tidak menerima gaji berbulan-bulan hanya karena persoalan administrasi dapodik. "Negara seharusnya introspeksi, guru-guru honorer dibiarkan tidak menerima gaji berbulan-bulan hanya karena persoalan administrasi dapodik," tegas Lalu dalam keterangannya. Dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, lanjut Lalu, menunjukkan kepedulian mereka terhadap tenaga pengajar honorer yang belum mendapatkan haknya.
Lalu menegaskan bahwa negara seharusnya hadir dengan kebijakan yang adil, manusiawi, dan berpihak kepada para pendidik, bukan justru menambah beban bagi mereka. "Pemerintah seharusnya dalam memastikan hak-hak mereka secara adil, bukan memenjarakan dan memberhentikannya," ujar Lalu. Ia menambahkan bahwa peristiwa di Luwu Utara menggambarkan adanya ketimpangan dan kekakuan dalam sistem birokrasi pendidikan.
Pemecatan dan keterlambatan pemberian gaji guru honorer memperlihatkan lemahnya empati negara terhadap para guru yang menjadi ujung tombak pendidikan nasional. "Kita tidak boleh membiarkan keadilan menjadi kaku hanya karena teks aturan, sementara hati nurani dan akal sehat kita menjerit melihat kenyataan. Apa yang dilakukan para guru itu adalah tindakan solidaritas dan kemanusiaan, bukan tindakan memperkaya diri," ujar Lalu.
Peristiwa tersebut juga mencerminkan sistem penggajian dan pendataan guru honorer yang belum berkeadilan. Lalu melihat banyak guru di pelosok negeri yang bekerja sepenuh hati, tetapi masih bergelut dengan gaji rendah dan status yang tidak jelas.
Diketahui, Abdul Muis dan Rasnal, dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, mendapatkan rehabilitasi hukum dari Presiden Prabowo Subianto. Sebelum menerima rehabilitasi tersebut, Abdul Muis dan Rasnal dipecat serta dicabut status aparatur sipil negaranya (ASN) setelah dinyatakan bersalah karena membantu guru honorer lewat sumbangan sukarela sekolah.
Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Abdul Muis dan Rasnal merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Agung (MA), bukan kebijakan sepihak pemerintah daerah. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa pemberian rehabilitasi kepada dua guru di Luwu Utara sudah melalui proses berjenjang dari aduan masyarakat. Setelah mendapatkan aduan dari masyarakat, pihaknya berkoordinasi dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selama seminggu terakhir sebelum pemberian rehabilitasi.
Prasetyo berharap pemberian rehabilitasi hukum tersebut dapat memberikan rasa keadilan bagi para guru yang dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa. "Semoga keputusan ini dapat memberikan rasa keadilan untuk guru yang kita hormati, dan juga kepada masyarakat tidak hanya di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, bahkan di seluruh Indonesia," ujar Prasetyo.
Kasus ini menyoroti pentingnya kebijakan yang adil dan berpihak pada guru honorer di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat introspeksi dan memperbaiki sistem penggajian serta pendataan guru honorer agar tidak ada lagi ketimpangan dan kekakuan dalam birokrasi pendidikan. Dengan demikian, kesejahteraan guru honorer dapat terjamin dan mereka dapat menjalankan tugasnya dengan tenang dan penuh dedikasi.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?
redaktur