clock December 24,2023
Kasus Suap Hakim: Djuyamto Memohon Keadilan di Pengadilan Tipikor

Kasus Suap Hakim: Djuyamto Memohon Keadilan di Pengadilan Tipikor

Hakim nonaktif Djuyamto mengajukan permohonan agar dijatuhi hukuman yang seadil-adilnya dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO). "Terdakwa tentu berharap Majelis Hakim akan memberikan putusan seadil-adilnya," ujar Djuyamto saat membacakan nota pembelaan pribadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).


Sebelum membacakan pledoi, Djuyamto menyerahkan buku berjudul "Kesaksian Perjuangan: Kisah Nyata Para Pengadil Menuntut Hak-hak Konstitusional dan Independensi Kekuasaan Kehakiman" kepada majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Buku yang diterbitkan pada tahun 2022 ini disinggung secara singkat dalam pledoi, meskipun tidak dibacakan secara spesifik.


Djuyamto menyoroti perjalanan karirnya selama 23 tahun sebagai hakim, yang penuh dengan suka duka baik di dalam maupun di luar kedinasan. Ia menegaskan bahwa selama bertugas, tidak pernah dijatuhi sanksi oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung. Karirnya yang bersih tercoreng di akhir masa tugasnya. Djuyamto juga mengingatkan bahwa ia pernah menerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya XXX dari Presiden Joko Widodo pada 17 Agustus 2024.


Djuyamto mengisahkan perjuangannya bersama hakim muda lainnya pada tahun 2010 untuk meningkatkan kesejahteraan dan independensi hakim. Gerakan ini awalnya mendapat cibiran, namun keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan gaji hakim pada tahun 2025 dianggap sebagai jawaban atas perjuangan tersebut. "Pidato Presiden RI Bapak Prabowo dalam acara HUT ke-80 Mahkamah Agung RI menjadi tonggak penting adanya pengakuan negara terhadap kewajibannya untuk memberikan jaminan kesejahteraan hakim agar independensi hakim terjaga," katanya.


Dalam kasus ini, Djuyamto bersama Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Djuyamto juga dituntut membayar uang pengganti Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara. Sementara itu, Agam dan Ali masing-masing dituntut membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.


Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara, serta membayar uang pengganti Rp 15,7 miliar subsider 5 tahun penjara. Panitera Muda Nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Wahyu, yang berperan sebagai penghubung antara korporasi dan pengadilan, juga dituntut mengembalikan uang suap Rp 2,4 miliar atau harta bendanya akan disita. Ia diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.


Dalam kasus ini, para terdakwa diduga menerima suap dengan total mencapai Rp 40 miliar. Kelima terdakwa diyakini melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dalam sistem peradilan dan menjadi pengingat akan dampak korupsi terhadap keadilan.

Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?

Follow US

Top Categories