clock December 24,2023
Permohonan Vonis Ringan Hakim Nonaktif Agam Syarif Baharuddin di Kasus Suap

Permohonan Vonis Ringan Hakim Nonaktif Agam Syarif Baharuddin di Kasus Suap

Hakim nonaktif Agam Syarif Baharuddin memohon agar diberikan vonis yang lebih ringan mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi. Saat ini, Agam berusia 56 tahun dan menghadapi tuntutan 12 tahun penjara serta ancaman pidana tambahan 5 tahun jika tidak mampu membayar uang pengganti sebesar Rp 6,2 miliar. "Bahwa terdakwa sudah berusia 56 tahun yang rentan terhadap penyakit, jika harus dihukum dengan total ancaman pidana penjara selama 17 tahun penjara, maka tidak akan membawa dampak yang baik," ujar kuasa hukum Agam, Dali Munthe, dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).


Penasehat hukum Agam berpendapat bahwa hukuman penjara yang lama tidak sejalan dengan teori pidana yang menjadikan hukuman sebagai alat untuk merehabilitasi pelaku pidana. "Maka seharusnya terdakwa dihukum dengan pidana penjara yang ringan sebagai alat rehabilitasi agar sembuh dan kembali dalam kehidupan bermasyarakat, bukan malah membiarkan terdakwa hidup selamanya di penjara," lanjut pengacara. Jika Agam dipenjara selama 17 tahun, hal ini dinilai bukan metode untuk merehabilitasi terpidana, melainkan menjadi ajang balas dendam yang menghalangi terpidana memperbaiki kesalahannya.


"Oleh karena itu, kami memohon putusan yang adil dan mengandung rasa kemanusiaan bagi terdakwa semata-mata untuk mewujudkan fungsi pemidanaan sebagai alat pemulihan dan rehabilitasi bagi terdakwa, bukan alat untuk balas dendam," lanjut pengacara. Dalam sidang hari ini, Agam tidak membacakan pledoi pribadi, namun sebelum sidang ditutup, ia sempat menyampaikan isi pikirannya.


Agam menjelaskan analogi sebuah sapu kotor sebagai auto kritik untuk dirinya dan semua pihak. "Ini semacam auto kritik buat diri saya dan untuk kita semua. Saya ingat dulu kuliah ilmu negara, ada ungkapan begini, sapu itu kotor tapi bisa membersihkan," kata Agam. Ia menilai dirinya beberapa bulan yang lalu adalah sapu yang kotor, tapi masih bisa dibersihkan. "Saya beberapa bulan yang lalu adalah sapu yang kotor, tapi saya bisa membersihkan. Di luar sana masih banyak sapu-sapu yang kotor, saya berharap semoga, sapu yang kotor itu bisa membersihkan dirinya atau dibersihkan atau diganti oleh sapu-sapu yang bersih," lanjut Agam.


Dalam kasus ini, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Para hakim juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai total uang suap yang diterimanya. Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara. Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.


Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Karena menerima uang suap, Arif juga dituntut untuk membayarkan uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya, senilai Rp 15,7 miliar subsider 5 tahun penjara. Sementara itu, Panitera Muda Nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Wahyu, yang berperan sebagai jembatan antara pihak korporasi dan pengadilan, juga dituntut mengembalikan uang suap Rp 2,4 miliar atau harta bendanya akan disita. Ia diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.


Dalam kasus ini, para terdakwa diduga telah menerima suap dengan total uang mencapai Rp 40 miliar. Kelima terdakwa diyakini telah melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dalam sistem peradilan dan menjadi pengingat akan dampak korupsi terhadap keadilan.

Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?

Follow US

Top Categories