Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Impas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pemberantasan judi online akan lebih efektif jika dikaitkan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pernyataan ini disampaikan Yusril saat membahas Pasal 303 bis KUHP yang juga tercantum dalam KUHP baru dan diatur dalam undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Menurut Yusril, hanya mengandalkan pasal-pasal perjudian tidak akan cukup untuk mengatasi masalah ini.
Yusril menjelaskan bahwa Undang-Undang TPPU memungkinkan pendeteksian terhadap transaksi atau rekening yang mencurigakan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga berwenang dapat membekukan sementara rekening tersebut. Jika pemilik rekening tidak datang dalam waktu 20 hari, PPATK dapat menyerahkan kasus tersebut kepada aparat penegak hukum. Jika setelah 30 hari tidak ada pihak yang mengakui rekening tersebut, aparat penegak hukum dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk merampas aset itu dan menjadikannya sebagai aset negara.
Yusril juga menyoroti bahwa penangkapan terhadap bandar judi tidak cukup untuk memberantas praktik judi online di Indonesia. "Kalau hanya judinya saja yang diproses dan ditangkap, katakanlah bandar judinya, pelaku perjudian, itu tidak akan memberantas perjudian," katanya. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih komprehensif diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Sementara itu, PPATK mengungkapkan bahwa total perputaran uang atau transaksi judi online di Indonesia hingga Oktober 2025 mencapai Rp 155 triliun. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan bahwa jumlah tersebut berhasil ditekan hingga 56 persen dibandingkan nilai transaksi pada 2024 yang mencapai Rp 359 triliun. "Kalau dibandingkan tahun lalu, kan 12 bulan penuh itu Rp 359 triliun. Nah, sekarang sudah hampir bulan ke-12, kita berhasil kita tekan sampai Rp 155 triliun," ujar Ivan.
Selain itu, Ivan mengungkapkan bahwa nilai deposit pemain judi online di Indonesia juga berhasil ditekan. Jika sebelumnya mencapai Rp 51 triliun, kini nilainya menyusut menjadi Rp 24 triliun pada Oktober 2025. "Deposit kalau tahun lalu itu Rp 51 triliun, masyarakat yang deposit, sekarang sudah bisa kita tekan sampai Rp 24 triliun," katanya. Penurunan ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan judi online mulai menunjukkan hasil yang positif.
Pendekatan baru yang mengaitkan pemberantasan judi online dengan Tindak Pidana Pencucian Uang menunjukkan potensi yang besar dalam mengatasi masalah ini secara lebih efektif. Dengan dukungan dari Undang-Undang TPPU dan peran aktif PPATK, diharapkan praktik judi online dapat ditekan lebih jauh. Penurunan signifikan dalam perputaran uang dan nilai deposit pemain judi online menjadi indikasi bahwa langkah-langkah yang diambil mulai membuahkan hasil. Namun, tantangan masih ada, dan upaya berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa praktik ini dapat diberantas sepenuhnya.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?
redaktur