clock December 24,2023
RUU Perampasan Aset, Pakar Soroti 5 Pasal Kontroversial

RUU Perampasan Aset, Pakar Soroti 5 Pasal Kontroversial

Guru Besar Universitas Negeri Makassar sekaligus Wakil Ketua Umum DPN PERADI, Harris Arthur Hedar, menilai terdapat lima pasal dalam RUU Perampasan Aset yang berpotensi menimbulkan masalah karena multitafsir dan rawan menimbulkan ketidakadilan. Ia mengingatkan, jika tidak diperbaiki sebelum pengesahan, pasal-pasal tersebut dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap hukum.

Lima Pasal yang Disoroti

  1. Pasal 2
    Negara bisa merampas aset tanpa menunggu putusan pidana. Hal ini berisiko menggeser asas praduga tak bersalah, sehingga pedagang atau pengusaha kecil dengan administrasi lemah bisa dicurigai memiliki kekayaan “tidak sah.”

  2. Pasal 3
    Aset dapat dirampas meski proses pidana terhadap orangnya masih berjalan. Hal ini berpotensi menimbulkan dualisme hukum dan masyarakat bisa merasa dihukum dua kali: aset dirampas, sementara orangnya tetap diadili.

  3. Pasal 5 ayat (2) huruf a
    Perampasan dilakukan bila jumlah harta dianggap “tidak seimbang” dengan penghasilan sah. Frasa ini dinilai subjektif dan bisa salah sasaran, misalnya petani yang mewarisi tanah tanpa dokumen lengkap.

  4. Pasal 6 ayat (1)
    Aset minimal Rp100 juta bisa dirampas. Harris menilai ambang batas ini bisa menjerat masyarakat kecil yang membeli rumah sederhana, sementara penjahat bisa menghindar dengan memecah aset di bawah nominal tersebut.

  5. Pasal 7 ayat (1)
    Aset tetap bisa dirampas meskipun tersangka meninggal, kabur, atau dibebaskan. Hal ini berisiko merugikan ahli waris dan pihak ketiga beritikad baik, misalnya anak-anak yang kehilangan rumah warisan.

Kekhawatiran dan Usulan

Harris juga menyoroti mekanisme reverse burden of proof, di mana rakyat harus membuktikan asetnya sah setelah disita. Ia menilai ini membalik prinsip dasar hukum karena seharusnya aparat penegak hukum yang membuktikan tuduhan.

Ia menyarankan agar:

  • Definisi seperti “tidak seimbang” diperjelas dengan ukuran objektif (laporan pajak, standar profesi, data ekonomi).

  • Pihak ketiga dan ahli waris dilindungi agar tidak dirugikan.

  • Perampasan hanya dilakukan dengan putusan pengadilan independen.

  • Proses perampasan dilakukan transparan, terbuka untuk pengawasan publik dan media.

  • Negara menyediakan bantuan hukum gratis bagi masyarakat kecil.

  • Sosialisasi hukum dilakukan masif agar rakyat memahami hak-haknya.

Menurut Harris, jika tidak diperjelas, RUU ini ibarat pedang bermata dua: rakyat kecil bisa dikriminalisasi karena lemah administrasi, sementara orang kaya bisa melindungi asetnya dengan pengacara dan dokumen.

Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?