
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan keluhannya karena ikut menjadi sasaran kritik publik menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah mulai tahun 2029. Ia mengaku kecewa karena dinilai bertanggung jawab atas keputusan yang sama sekali bukan wewenangnya.
Putusan MK yang menetapkan pemilu nasional (presiden dan legislatif) dan pemilu daerah (pilkada) akan digelar secara terpisah pada 2029 menuai kontroversi. Mahfud menilai langkah ini berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat serta memengaruhi stabilitas politik dan sosial. Ia juga mempertanyakan urgensi dari keputusan tersebut.
Mahfud menjelaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam pengambilan keputusan di Mahkamah Konstitusi. Namun, banyak pihak yang keliru dan menganggapnya turut andil, padahal keputusan tersebut sepenuhnya berada di tangan hakim MK. “Saya hanya bisa menerima kritik itu, walau sebetulnya saya tidak ikut-ikutan,” ujar Mahfud.
Dalam pernyataannya, Mahfud menyoroti pentingnya masyarakat memahami proses hukum dan peran lembaga negara. Ia menekankan bahwa literasi hukum yang baik dapat mencegah munculnya kesalahpahaman yang dapat memicu keresahan publik. Menurutnya, masyarakat perlu dibekali pemahaman agar tidak mudah termakan informasi yang menyesatkan.
Mahfud MD berharap putusan MK ini dapat dikaji ulang demi menjaga integritas dan efisiensi pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Ia menyerukan agar semua pihak tetap menjaga persatuan dan bekerja sama untuk mewujudkan pemilu yang tertib, adil, dan demokratis tanpa memunculkan konflik berkepanjangan.
Dengan menyampaikan unek-uneknya, Mahfud berharap masyarakat dapat lebih memahami batas kewenangan pejabat negara serta tidak gegabah dalam menyalahkan pihak yang tidak berwenang dalam suatu keputusan institusional.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?