clock December 24,2023
KPU dan Kontroversi Penyembunyian Informasi Ijazah Jokowi: Penjelasan dan Tindak Lanjut

KPU dan Kontroversi Penyembunyian Informasi Ijazah Jokowi: Penjelasan dan Tindak Lanjut

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia tengah menjadi sorotan setelah pengamat kebijakan publik, Bonatua Silalahi, mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Sengketa ini terkait dengan dugaan penyembunyian informasi publik oleh KPU dalam salinan ijazah kelulusan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, dari Universitas Gadjah Mada (UGM).


Dalam salinan ijazah tersebut, KPU RI menyembunyikan sembilan informasi penting, yaitu nomor ijazah, nomor induk mahasiswa, tanggal lahir, tempat lahir, tanda tangan pejabat legalisir, tanggal dilegalisir, tanda tangan rektor UGM, dan tanda tangan dekan Fakultas Kehutanan UGM. Langkah ini menimbulkan pertanyaan dan kritik dari berbagai pihak.


Perwakilan KPU yang hadir dalam sidang sengketa informasi publik di KIP menjelaskan bahwa lembaganya mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam melindungi data pribadi. "Oleh karena itu, kami mempedomani dalam undang-undang, misalnya kaya administrasi kependudukan, jadi menurut kami tanda tangan dan nomor-nomor yang disebutkan sembilan item tadi memang kami hitamkan," ujar perwakilan KPU dalam sidang yang digelar pada Senin (24/11/2025), seperti dikutip dari tayangan Kompas TV.


Ketua Majelis Sidang KIP mempertanyakan alasan KPU RI menyembunyikan atau mengaburkan sembilan informasi tersebut. "Jadi kan Anda menghitamkan, oke. Anda beralasan bahwa itu untuk melindungi data pribadi dan lain-lain, gitu kan. Berarti kan Anda mengecualikan? Betul?" tanya Ketua Majelis Sidang.


Menanggapi pertanyaan tersebut, perwakilan KPU RI menegaskan bahwa salinan ijazah Jokowi merupakan dokumen publik yang terbuka, namun informasi yang ditampilkan terbatas. "Terbatas yang kami maksud adalah ada bagian-bagian tertentu yang itu merupakan data pribadi. Oleh karena itu kita hitamkan," jelas perwakilan KPU RI.


Ketua Majelis Sidang KIP memutuskan agar KPU RI melakukan uji konsekuensi dan diberi waktu satu minggu untuk menyelesaikannya. "Nanti pada persidangan berikutnya Anda bawa itu hasil uji konsekuensinya, beserta bukti-buktinya, alat buktinya, sekaligus juga Anda bawa salinan dokumen yang memuat informasi yang dikecualikan itu," ujar Ketua Majelis Sidang.


Sengketa ini bermula ketika Bonatua Silalahi mengajukan permohonan informasi ke KPU RI pada 3 Agustus 2025. Ia meminta tiga jenis dokumen, yaitu salinan ijazah atas nama Joko Widodo yang digunakan sebagai syarat pencalonan presiden periode 2014–2019, salinan ijazah untuk periode 2019–2024, dan berita acara penerimaan dokumen pencalonan dari KPU, jika tersedia.


Pada 2 Oktober 2025, KPU RI hanya menyerahkan sebagian dokumen, yaitu salinan ijazah Jokowi yang dipakai untuk Pilpres 2019, berkas hasil penelitian dokumen perbaikan syarat pencalonan, dan dokumen penetapan pasangan calon peserta Pilpres 2019. Ketidakpuasan atas jawaban tersebut membuat Bonatua mengajukan sengketa informasi publik ke KIP pada 15 Oktober 2025.


Kontroversi penyembunyian informasi dalam salinan ijazah Jokowi oleh KPU RI menyoroti pentingnya transparansi dan perlindungan data pribadi dalam pengelolaan dokumen publik. Dengan adanya uji konsekuensi yang diperintahkan oleh KIP, diharapkan dapat ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan sengketa ini dan memastikan keterbukaan informasi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?

Follow US

Top Categories