Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa total uang hasil pemerasan dengan modus jatah preman yang diterima Gubernur Riau, Abdul Wahid, dari Kepala UPT Dinas PUPR PKPP mencapai Rp 4,05 miliar. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa setoran tersebut dilakukan setelah adanya kesepakatan untuk memberikan fee sebesar 5 persen atau setara dengan Rp 7 miliar kepada Gubernur Riau Abdul Wahid.
Johanis Tanak merinci bahwa penyetoran pertama terjadi pada Juni 2025. Saat itu, Sekretaris Dinas PUPR PKPP, Ferry Yunanda, berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 1,6 miliar dari para Kepala UPT. Dari jumlah tersebut, Ferry menyalurkan dana sebesar Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid melalui perantara Tenaga Ahlinya, Dani M Nursalam.
Pada penyetoran kedua yang terjadi pada Agustus 2025, KPK menemukan bahwa Ferry kembali mengumpulkan uang dari para Kepala UPT sejumlah Rp 1,2 miliar. Atas perintah M Arief Setiawan, uang tersebut didistribusikan untuk driver sebesar Rp 300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp 375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp 300 juta.
Penyetoran terakhir terjadi pada November 2025, di mana pengepulan dilakukan oleh Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp 1,25 miliar. Dari jumlah tersebut, uang senilai Rp 450 juta dialirkan kepada Abdul Wahid melalui M Arief Setiawan, dan diduga Rp 800 juta diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
Berdasarkan temuan tersebut, KPK menetapkan tiga tersangka, yaitu Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam. Johanis Tanak menyatakan bahwa ketiga tersangka tersebut akan menjalani penahanan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 4 hingga 23 November 2025. Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK, sementara Dani M Nursalam dan M Arief Setiawan ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.
Para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus pemerasan yang melibatkan Gubernur Riau Abdul Wahid ini menambah daftar panjang kasus korupsi di Indonesia. KPK terus berkomitmen untuk menegakkan hukum dan memberantas korupsi demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan transparan. Penahanan Abdul Wahid dan dua tersangka lainnya diharapkan menjadi pelajaran bagi pejabat lain untuk tidak terlibat dalam praktik korupsi.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?
redaktur