
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengajukan gagasan agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diintegrasikan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Gagasan ini mencuat dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama LPSK dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), dengan tujuan memperkokoh peran LPSK dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
LPSK memegang peran esensial dalam memberikan perlindungan kepada saksi dan korban kejahatan. Dengan mengintegrasikan LPSK ke dalam KUHAP, diharapkan lembaga ini dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsinya. Habiburokhman menegaskan bahwa perlindungan saksi dan korban adalah komponen vital dalam proses penegakan hukum yang adil dan transparan.
Gagasan ini memperoleh dukungan dari berbagai kalangan, termasuk anggota DPR lainnya dan aktivis hukum. Namun, terdapat beberapa hambatan yang harus diatasi, seperti penyesuaian regulasi dan alokasi anggaran untuk memastikan LPSK dapat beroperasi secara maksimal. Selain itu, diperlukan koordinasi yang baik antara LPSK dan lembaga penegak hukum lainnya.
Proses legislasi untuk mengintegrasikan LPSK ke dalam KUHAP akan melibatkan diskusi dan konsultasi publik. Habiburokhman berharap masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan. Dengan demikian, revisi KUHAP ini dapat mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana yang lebih baik.
Gagasan untuk mengintegrasikan LPSK ke dalam KUHAP merupakan langkah maju dalam memperkuat sistem hukum di Indonesia. Dengan perlindungan yang lebih baik bagi saksi dan korban, diharapkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana dapat meningkat. Ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan untuk menciptakan keadilan yang lebih merata dan efektif bagi seluruh masyarakat.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?