VOXINDONESIA.COM - Pemerintah Indonesia sedang menyelidiki laporan mengenai pemberian Bonus Hari Raya (BHR) sebesar Rp 50.000 kepada mitra pekerja ojek online (ojol). Keputusan ini memicu protes dari para mitra ojol yang merasa bahwa jumlah tersebut tidak sejalan dengan arahan Presiden RI, Prabowo Subianto.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menyatakan bahwa pihaknya akan memeriksa alasan di balik pemberian BHR sebesar Rp 50.000 dan jumlah jam kerja yang telah dilakukan oleh para mitra ojol. "Nanti kami cek kenapa mereka dapat Rp 50.000 dan berapa jam kerja," ujar Immanuel dalam konferensi pers yang diadakan oleh Maxim pada Senin (24/3).
Lebih lanjut, Immanuel menegaskan bahwa pemerintah akan menanyakan kepada aplikator mana yang memberikan BHR dengan nominal tersebut dan akan memberikan peringatan kepada aplikator yang bersangkutan. "Kalau itu benar terjadi memalukan. Mendingan kami bikin seruan pulangin aja duitnya Rp 50.000. Negara ini mampu kok. Saya juga mampu sebagai Wakil Menteri membalikkan Rp 50.000 itu. Jangan dihina bangsa ini karena driver ojek online itu patriotik-patriotik bangsa ini. Jangan dihina mereka," tegasnya.
Menurut Surat Edaran (SE) yang diterbitkan oleh Menteri Ketenagakerjaan terkait Tunjangan Hari Raya (THR), mitra ojol yang berkinerja baik seharusnya menerima BHR sebesar 20% dari rata-rata penghasilan selama 12 bulan. Namun, mitra ojol yang menerima BHR Rp 50.000 melaporkan pendapatan tahunan sebesar Rp 33.000.000, yang jika dibagi 12 bulan, menghasilkan pendapatan bulanan sebesar Rp 2.750.000. Dengan demikian, 20% dari pendapatan tersebut seharusnya mencapai Rp 550.000.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, menyampaikan keluhan terkait pemberian BHR Rp 50.000 kepada mitra ojol. Ia menilai hal ini sebagai bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh aplikator. Lily menegaskan bahwa arahan Presiden Prabowo jelas menyebutkan bahwa aplikator harus memberikan BHR sebesar Rp 1 juta bagi pekerja yang memenuhi syarat, dan bahkan Prabowo mengusulkan agar nominal tersebut ditambah.
Lily juga menyoroti kriteria dan syarat yang dianggap tidak adil dari para aplikator. Menurutnya, sepinya orderan yang dialami oleh para pengemudi ojol disebabkan oleh beberapa skema yang diterapkan oleh platform, seperti akun prioritas, skema slot, skema aceng, dan skema level/tingkat prioritas. "Ini jelas tidak adil karena platform menentukan kategori yang diskriminatif seperti hari aktif 25 hari, jam kerja online 200 jam, tingkat penerimaan order 90%, tingkat penyelesaian trip 90% setiap bulannya," jelas Lily.
Selain itu, potongan platform yang mencapai hingga 50% juga turut menurunkan pendapatan pengemudi ojol, sehingga seolah-olah pengemudi tidak berkinerja baik. "Ditambah lagi potongan platform hingga 50% yang makin menurunkan pendapatan pengemudi ojol serta membuat seolah-olah pengemudi tidak berkinerja baik," tambahnya.
Pemerintah berkomitmen untuk menyelidiki dan menindaklanjuti laporan mengenai pemberian BHR yang tidak sesuai dengan ketentuan. Diharapkan, langkah ini dapat memberikan keadilan bagi para mitra ojol dan memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi sesuai dengan arahan yang telah ditetapkan. Proses ini juga menjadi pengingat bagi aplikator untuk lebih transparan dan adil dalam menentukan kebijakan terkait kesejahteraan mitra pekerja mereka.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?