
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto atau yang akrab disapa Setnov, resmi bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung. Ia mendapatkan program Pembebasan Bersyarat (PB) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. “Iya betul, sejak 16 Agustus,” ujar Kabag Humas dan Protokol Ditjenpas, Rika Aprianti.
Setya Novanto pernah menjadi salah satu politisi paling berpengaruh di Indonesia. Namun, namanya mencuat bukan hanya karena kiprah politik, melainkan juga karena kasus korupsi besar proyek KTP elektronik (e-KTP) yang merugikan negara triliunan rupiah.
Pada 2017, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan divonis 15 tahun penjara. Kasus ini menjadi sorotan publik luas dan menimbulkan kontroversi besar terkait pemberantasan korupsi di tanah air.
Setelah menjalani masa tahanan selama beberapa tahun, Novanto dinilai telah memenuhi persyaratan administratif dan berperilaku baik di dalam penjara. Hal tersebut menjadi dasar pemberian program pembebasan bersyarat. Meski demikian, kebebasan ini tidak sepenuhnya lepas dari pengawasan hukum. Ia tetap diwajibkan untuk rutin melapor dan dilarang melakukan pelanggaran hukum, jika melanggar statusnya dapat dicabut.
Keluarnya Setya Novanto dari penjara menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebagian menilai keputusan tersebut wajar sesuai prosedur hukum, sementara pihak lain mempertanyakan kredibilitas sistem peradilan Indonesia. Bagi publik, kasus Setnov masih menjadi simbol betapa rumitnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kini, dengan status bebas bersyarat, masa depan Setya Novanto masih penuh tanda tanya. Apakah ia akan kembali ke dunia politik atau memilih hidup tenang di luar sorotan publik masih harus dilihat. Yang jelas, perjalanan hukum Setnov akan tetap menjadi perhatian masyarakat sekaligus pengingat pentingnya integritas dan akuntabilitas bagi pejabat publik.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?