VOXINDONESIA.COM, YAHUKIMO - Delapan pendidik dan tenaga medis menjadi korban dalam serangan yang diduga dilakukan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, akhir pekan lalu. Seorang guru yang selamat, dikenal dengan nama panggilan Nus, membagikan kisah mengerikan yang dialaminya kepada BBC News Indonesia.
Pada Jumat pagi (21/03), Nus bersama rekan-rekan guru lainnya menjalani aktivitas mengajar seperti biasa di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Kristen (SD YPK) Distrik Anggruk. Setelah mengajar, mereka kembali ke kompleks perumahan guru untuk beristirahat. Namun, ketenangan pagi itu berubah menjadi mimpi buruk ketika Nus terbangun oleh suara teriakan dari luar rumahnya.
Saat melirik keluar, Nus melihat belasan orang dengan penutup muka dan senjata tajam berdiri di depan rumahnya. Para pelaku kemudian melempari kaca rumah hingga pecah, memicu kepanikan di antara para guru. Nus dan rekan-rekannya berusaha melarikan diri; beberapa keluar melalui pintu depan, sementara Nus memilih melompat dari pintu belakang.
Dalam pelariannya, Nus hampir terkena parang yang dilemparkan oleh salah satu pelaku, namun berhasil menghindar. "Tuhan tolong saya, mereka buang parang tidak kena, hanya tas saja," kenangnya. Nus kemudian berlari ke dalam hutan, di mana ia bersembunyi selama berjam-jam sebelum kembali ke desa dan menemukan beberapa bangunan telah dibakar.
Keesokan harinya, serangan kedua terjadi sekitar pukul delapan pagi. Para pelaku yang sama kembali menyerang, memaksa Nus dan rekan-rekannya untuk melarikan diri ke hutan sekali lagi. Dalam pengejaran ini, seorang guru perempuan tidak berhasil selamat dan tewas di tangan para pelaku. "Ibu guru itu dua orang. Musuh bagi jalan, satu dari sana [samping], satu dari belakang. Jadi langsung kepung dan langsung kampak dia, yang meninggal ini," kenang Nus dengan sedih.
Serangan ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan luka-luka, tetapi juga merusak fasilitas pendidikan di Anggruk. Para pelaku dilaporkan membakar dua unit rumah dinas guru dan merusak tujuh ruang kelas sekolah. Ketua Yayasan Serafim, Nehes Jhon Fallo, mengutuk aksi kekerasan ini dan menegaskan bahwa para guru adalah murni pengajar tanpa kepentingan politik.
Kepala Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Bernard Ramandey, menyebut serangan ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Sementara itu, Wakil Bupati Yahukimo, Esau Miram, mengeklaim bahwa serangan ini melanggar tataran kehidupan dan budaya masyarakat Papua.
Serangan terhadap guru dan nakes di Papua bukanlah yang pertama kali terjadi. Fenomena ini menunjukkan bahwa para pelayan kemanusiaan sering kali terjebak dalam konflik bersenjata di Papua. Pengamat pendidikan dari Universitas Papua, Agus Sumule, menekankan pentingnya jaminan keamanan bagi tenaga pendidik dan pekerja kemanusiaan lainnya.
Konflik yang berkepanjangan di Papua telah berdampak signifikan terhadap pendidikan. Banyak sekolah terpaksa ditutup atau beroperasi secara terbatas, mengakibatkan siswa kehilangan akses ke pendidikan. Ketidakstabilan keamanan juga membuat para guru khawatir akan keselamatan mereka, sehingga sulit mengajar dengan efektif.
Peristiwa di Anggruk menyoroti perlunya perlindungan yang lebih baik bagi para guru dan tenaga kesehatan di Papua. Pemerintah diharapkan dapat memberikan jaminan keamanan yang tidak hanya mengandalkan pendekatan militer, tetapi juga melibatkan dialog dengan tokoh masyarakat setempat. Dengan demikian, diharapkan pendidikan dan pelayanan kesehatan di Papua dapat terus berjalan tanpa terganggu oleh konflik bersenjata.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?