Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketertiban Sosial (RUU KKS) tengah menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat dan aktivis hak asasi manusia. Salah satu poin yang paling kontroversial dalam RUU ini adalah rencana pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai penyidik dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban sosial. Langkah ini dianggap oleh banyak pihak sebagai ancaman serius terhadap hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Koalisi sipil yang terdiri dari berbagai organisasi non-pemerintah dan aktivis HAM menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap potensi pelanggaran HAM yang dapat timbul dari pelibatan TNI dalam tugas penyidikan. Mereka berpendapat bahwa TNI, yang seharusnya fokus pada pertahanan negara, tidak memiliki kewenangan dan keahlian yang memadai untuk menangani kasus-kasus sipil. Selain itu, pelibatan TNI dalam penyidikan dikhawatirkan dapat mengaburkan batas antara tugas militer dan penegakan hukum sipil, yang seharusnya dijalankan oleh kepolisian.
Pemerintah dan pendukung RUU KKS berargumen bahwa pelibatan TNI diperlukan untuk menghadapi ancaman keamanan yang semakin kompleks dan dinamis. Mereka menekankan bahwa TNI akan berperan sebagai pendukung dalam situasi tertentu yang memerlukan penanganan cepat dan efektif. Namun, argumen ini tidak cukup untuk meredakan kekhawatiran publik, terutama mengingat sejarah pelanggaran HAM yang melibatkan militer di masa lalu.
RUU KKS, jika disahkan, dapat memiliki dampak signifikan terhadap kebebasan sipil di Indonesia. Pelibatan TNI dalam penyidikan dikhawatirkan dapat mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan intimidasi terhadap masyarakat sipil. Aktivis HAM menekankan pentingnya menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum, serta memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan oleh lembaga yang tepat dan sesuai dengan standar internasional.
Koalisi sipil mendesak pemerintah untuk meninjau kembali RUU KKS dan membuka dialog yang lebih luas dengan berbagai pemangku kepentingan. Mereka menekankan pentingnya partisipasi publik dalam proses legislasi, terutama untuk undang-undang yang berpotensi mempengaruhi hak-hak dasar warga negara. Dialog terbuka diharapkan dapat menghasilkan solusi yang lebih seimbang dan menghormati prinsip-prinsip HAM.
RUU KKS menempatkan Indonesia pada persimpangan penting dalam menjaga keseimbangan antara keamanan nasional dan perlindungan hak asasi manusia. Pelibatan TNI sebagai penyidik menimbulkan kekhawatiran yang sah dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dengan dialog yang konstruktif dan partisipasi publik yang aktif, diharapkan dapat ditemukan jalan tengah yang memastikan keamanan tanpa mengorbankan kebebasan sipil dan hak asasi manusia. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan kerangka hukum yang adil dan menghormati hak-hak dasar setiap warga negara.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?