VOXINDONESIA.COM - Pada hari Senin, 24 Februari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan untuk mengadakan pemungutan suara ulang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Keputusan ini diambil setelah adanya perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan oleh Muhammad Arifin, seorang pemantau pemilu, melalui kuasa hukumnya, Tim Banjarbaru Haram Manyarah (HANYAR).
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim MK, Suhartoyo, diputuskan untuk membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru yang sebelumnya memenangkan pasangan calon nomor urut 1, Lisa Halaby - Wartono. MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan, yang berujung pada keputusan untuk mengulang pemungutan suara di semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Banjarbaru.
Selain itu, MK juga memerintahkan agar pelaksanaan pemilihan umum ulang di Kota Banjarbaru diawasi langsung oleh KPU RI. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa proses pemilihan berjalan dengan lebih transparan dan adil, serta untuk menghindari terjadinya pelanggaran yang sama di masa mendatang.
Sengketa ini bermula dari Pilkada Banjarbaru 2024, di mana pasangan calon nomor urut 2, Aditya Mufti Arrifin - Said Abdullah, didiskualifikasi berdasarkan rekomendasi Bawaslu Kalsel akibat pelanggaran aturan pemilu. Akibatnya, pasangan Lisa Halaby - Wartono menjadi satu-satunya kandidat yang sah, dan pemilih tidak memiliki alternatif pilihan lain. Kondisi ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk pakar hukum, yang menyebutnya sebagai bentuk anomali demokrasi.
Ketua KPU Banjarbaru, Dahtiar, menegaskan bahwa skema kotak kosong tidak berlaku dalam Pilkada 2024. Berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 1774 Tahun 2024, suara dianggap tidak sah jika dicoblos pada pasangan calon yang telah dibatalkan. Hal ini menyebabkan suara yang memilih pasangan Aditya-Said Abdullah dianggap tidak sah, sehingga hanya suara untuk pasangan Lisa-Wartono yang dihitung.
Terdapat empat gugatan yang diajukan ke MK terkait hasil Pilkada Banjarbaru 2024. Dari keempat gugatan tersebut, hanya gugatan nomor 5 yang diterima oleh MK, yang akhirnya memutuskan untuk mengulang pemungutan suara. Gugatan ini menuntut agar pelaksanaan Pilkada diambil alih oleh KPU RI, bukan oleh KPU Banjarbaru.
Sidang perdana sengketa PHPU di MK diwarnai perdebatan terkait keputusan KPU Banjarbaru yang tidak mencetak ulang surat suara setelah mendiskualifikasi salah satu pasangan calon. Pihak pemohon menghadirkan tiga ahli dan satu saksi untuk mendukung argumen mereka bahwa keputusan KPU Banjarbaru merupakan bentuk malpraktik pemilu.
Pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, menyoroti kejanggalan dalam pemungutan suara Pilkada Banjarbaru 2024. Menurutnya, keputusan KPU yang tetap mencantumkan dua pasangan calon dalam surat suara, meskipun salah satunya telah didiskualifikasi, bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi. Hal ini dinilai menguntungkan pasangan calon nomor urut 1, Lisa Halaby-Wartono, karena secara otomatis menjadi satu-satunya kandidat yang sah.
Keputusan MK untuk mengulang pemungutan suara di Pilkada Banjarbaru 2024 merupakan langkah penting dalam menjaga integritas pemilu di Indonesia. Dengan pelaksanaan pemilihan ulang yang diawasi oleh KPU RI, diharapkan dapat terpilih pemimpin yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Keputusan ini juga menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih menghargai proses demokrasi dan menghindari pelanggaran yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pemilu.
Kamu harus terdaftar atau login untuk berkomentar Masuk?